Pertambangan
di Indonesia
Menurut
UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A
(yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan
C (bahan tidak strategis dan tidak vital).[1]
Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan
strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan
untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium.
Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya
emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak
dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam,
pasir, marmer, batu kapur dan asbes
1. Izin Pertambangan Gol. A dan B
Ketentuan Perizinan
Dasar hukum pemberian Izin Pertambangan Golongan
A dan B berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 02 Tahun
2003 Tentang Izin Usaha Pertambangan dan Energi.
- Persyaratan Pemohon
- KP Penyelidikan Umum/ Eksplorasi
- Perpanjangan KP Penyelidikan Umum/ Eksplorasi
- KP Eksploitasi
- Perpanjangan KP Eksploitasi
- KP Pengolahan dan Pemurnian
- KP Pengangkutan dan Penjualan
- Pengakhiran KP / Pengembalian KP
- Pemindahan KP
- Mekanisme Pengajuan
- Lama Penyelesaian
- Biaya Perizinan
- Hasil Proses
Persyaratan Pemohon
KP Penyelidikan Umum/ Eksplorasi- Surat Permohonan
- Peta Lokasi/Wilayah
- Akte Pendirian
- Bukti Penyetoran Jaminan Kesungguhan
- Bukti Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh lembaga / pejabat yang berwenang
- Pelunasan Iuran Tetap
- Surat Permohonan
- Peta Wilayah Penyelidikan Umum/Eksplorasi
- Laporan Lengkap Penyelidikan Umum / Eksplorasi
- Rencana Kerja dan Wilayah
- Pelunasan Iuran pertambangan
- Surat Permohonan
- Peta Wilayah
- Laporan Eksplorasi Lengkap
- Laporan Studi Kelayakan
- Laporan AMDAL atau UKL dan UPL
- Pelunasan Iuran Pertambangan
- Surat Permohonan
- Peta Wilayah
- Laporan Akhir Kegiatan EKsplorasi
- Pelunasan Iuran Pertambangan
- Laporan Pengelolaan Lingkungan
- Rencana Kerja dan Biaya
- Surat Permohonan
- Rencana Kerja
- Laporan Amdal atau UKL dan UPL
- Kesepakatan Pemegang KP
- Laporan Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian (untuk Perpanjangan)
- Surat Permohonan
- Persetujuan Pemegang KP Eksploitasi
- Laporan Kegiatan
- Rencana Kerja
- Surat Permohonan
- Laporan Akhir Kegiatan
- Pelunasan Iuran Pertambangan
- Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan
- Surat Permohonan
- Surat Pernyataan Pemegang Kuasa Pertambangan
- Berita Acara Serah Terima
- Akte Pendirian Baru
Mekanisme Pengajuan
- Mengajukan berkas permohonan di loket pelayanan
- Pemeriksaan berkas (lengkap)
- Survey ke lapangan (apabila perlu)
- Penetapan SKRD
- Proses Izin
- Pembayaran di Kasir
- Penyerahan Izin
Lama Penyelesaian
Selama 14 hariBiaya Perizinan
- KP Gol A dan B Penyelidikan Umum/Eksplorasi Rp. 500.000,-
- KP Gol A dan B Eksplorasi ( 0 - 50 Ha) Rp. 1.000.000,-
- KP Gol A dan B Eksplorasi ( 51 -500 Ha) Rp. 3.000.000,-
- KP Gol A dan B Eksplorasi ( diatas 500 Ha) Rp. 5.000.000,-
- KP Gol A dan B Eksploitasi ( 0 - 50 Ha) Rp. 1.000.000,-
- KP Gol A dan B Eksploitasi ( 51 - 500 Ha) Rp. 3.000.000,-
- KP Gol A dan B Eksploitasi ( diatas 500 Ha) Rp. 5.500.000,-
- KP Gol A dan B Pengolahan dan Pemurnian ( 0 - 50 Ha) Rp. 500.000,-
- KP Gol A dan B Pengolahan dan Pemurnian ( 51 - 500 Ha) Rp. 1.000.000,-
- KP Gol A dan B Pengolahan dan Pemurnian ( diatas 500 Ha) Rp. 1.500.000,-
- KP Gol A dan B Pengangkutan dan Penjualan ( 0 - 50 Ha) Rp. 500.000,-
- KP Gol A dan B Pengangkutan dan Penjualan ( 51 - 500 Ha) Rp. 1.000.000,-
- KP Gol A dan B Pengangkutan dan Penjualan ( diatas 500 Ha) Rp. 1.500.000,-
Hasil Proses
Keputusan Bupat
2.
Proses pertambangan
Dalam
proses penambangan, ada tiga hal utama yang dilakukan yaitu: eksplorasi,
eksploitasi, dan pemrosesan. Eksplorasi merupakan proses pencarian mineral
berharga. Eksploitasi adalah proses penambangan mineral tersebut. Sedangkan
pemrosesan adalah kegiatan memisahkan mineral berharga dari partikel-partikel
lain yang menyatu dengan mineral tersebut.
Nah,
disini teman-teman juga akan belajar banyak tentang mengeksploitasi mineral
berharga. Apa sih yang disebut dengan mineral berharga ? Kenapa Teknik
Pertambangan hanya menambang mineral berharga ? Bagaimana dengan minyak bumi ?
Mineral berharga itu terdiri dari emas, perak, platina, dll. Mempelajari
penambangan minyak bumi dan gas alam dilakukan oleh prodi lain yaitu Teknik
Perminyakan. Sifat yang berbeda antara minyak bumi dan mineral berharga
menyebabkan proses penambangannya pun berbeda.
Prodi
Teknik Pertambangan akan membantu mahasiswanya untuk mengembangkan ilmu
pertambangan dengan penyediaan fasilitas yang mendukung dan metode belajar yang
bervariasi. Mahasiswa Teknik Pertambangan memiliki kesempatan untuk
mengaplikasikan ilmunya melalui Kerja Praktek dan atau Tugas Akhir. Keduanya
bisa dilakukan di lokasi penambangan.
Pada
intinya prodi Teknik Pertambangan akan mempelajari bagaimana cara mengambil
mineral berharga se-ekonomis mungkin.
Prospek Kerja
- Industri Pertambangan
- Batubara : PT. Tambang Batubara Bukit Asam, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Arutmin Indonesia, PT. Adaro, PT. Berau Coal, PT. Tanito Harum, PT. Allied Indo Coal, BHP, dll.
- Tembaga/Emas : PT. Aneka Tambang, PT. Freeport Indonesia, PT. Kelian Equatorial Mining, PT. Rio Tinto Indonesia, PT. Newmont Minahasa, PT. Newmont Nusa Tenggara.
- Nikel : PT. Aneka Tambang (Pomalaa), PT. INCO, dll.
- Timah : PT. Tambang Timah, PT. Koba Tin, dll.
- Pasir Besi : PT. Aneka Tambang (Cilacap), dll.
- Mineral Industri : Perusahaan-perusahaan yang meng-usahakan komoditas: kaolin, fosfat, granit, marmer, gipsum, lempung, feldspar, bentonit, kuarsa, batu kapur, zeolit, trass, barit, batu andesit, sirtu, pasir, belerang.
- Industri Lain
- Kontraktor/Alat Berat : PT. United Tractor, PT. Pamapersada Nusantara, PT. Trakindo Utama, PT. Cipta Kridatama, dll.
- Semen : PT. Semen Cibinong, PT. Semen Gresik, PT. Indocement, PT. Semen Padang, dll.
- Pertamina
- Perusahaan Pembangkit Listrik
- Jasa Umum/Konsultan
- Perbankan, Bursa Efek
- Konsultan Pertambangan
- Pemerintahan
- Birokrat
- Pengajar, Peneliti (LIPI, BPPT, P3TM, Litbang Industri, d ll.)
3.
Pasca
Akibat Pertambangan
·
Akibat pertambangan Ã
Mengubah Kondisi Lingkungan à Keseimbangan Lingkungan
terganggu à Kesejahteraan
masyarakat merasa tidak nyaman
·
Keadaan
setelah melakukan kegiatan pertambangan berdampak negative bagi lingkungan.
Pada Lingkungan fisik terjadi perubahan pada kondisi tanah, air , dan udara.
Dan hal itu jelas menganggu kenyamanan ekosistem sekitar. Sebagai contoh
perubahan udara yang telah tercampur dengan sulfur akibat pertambangan batubara
jelas membuat ekosistem terganggu. Pada lingkungan kimia juga sangat
berpengaruh pada keadaan sungai yang telah mengandung zat kimia atau limbah
akibat pertambangan.
·
Para
engineer harus mempunyai SOP untuk melaksanakan good mining practice pada
kegiatan pertambangan.
·
b. Lingkungan social dan ekonomi .
·
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Sosial Ã
melakukan sosialisasi mengindari Opini negatif masyarakat
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
·
Menghindari dampak buruk
aksi, pra aksi masyarakat.
·
Masyarakat awam umumnya mengetahi bahwa
kegiatan pertambangan hanya merusakan keadaan lingkungan hidup secara parsial
maupun secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi masyarakat
terhadap dampak seperti itu sehingga menerangkan bahwa usaha pertambangan itu
merupakan kerangka pembangunan yang berkelanjutan yang melakukan reklamasi
pasca tambang.
·
Bermanfaat Ã
menambah APBD dan mengurangi pengangguran
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image003.gif)
·
Ekonomi
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.gif)
·
Tidak Bermanfaat
·
Secara teoritis usaha pertambangan
ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Para pekerja tambang selayaknya
bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Salah satu bentuknya dengan cara
memperkerjakan masyarakat sekitar dalam usaha tambang sekitar, sehingga
membantu kehidupan ekonomi masyarakat sekitar.
·
c. lingkungan pasca tambang
·
Kegiatan pasca tambang pembangunan
yang berkelanjutan semestinya menghasilkan output yaitu pemanfaatan yang
optimal dan bijak terhadap sumberdaya alam yang tak terbaharukan, serta
berkesinambungan terhadap keseterdiaan sumber daya alam. Adanya dampak ekologis
dari kegiatan pasca tambang memacu untuk dipikirkan terlebih dahulu, serta
dilakukan penelitian dan penaatan ruang karena bila tidak dilakukan
kompehensip, maka penutupan tambang hanya akan meninggalakan kerusakan bentang
alam dan lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya penanggulanan pencemaran dan
kerusakan lingkungan pada saat operasi maupun pasca ditutupnya usa tambang
sebagai berkesinambungan yang pada intinya adalah upaya yang bisa untuk
menghilangkan dampak dari kegiatan tambang dengan melakukan suaru gran desain
dan krontruksi kegiatan tambang yang berdampak lingkungan yang dikenal dengan AMDAL.
·
2. Dalam penerapan sistem
pertambangan harus dlakukan sesuai prosedur-prosedur yang telah ditetapkan yang
mengacu pada konsep pertambangan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
yang memenuhi ketentuan-ketentuan, criteria, kaidah, dan norma-norma yang tepat
sehingga pemanfaatan sumber daya mineral memberikan hasil optimal dan dampak
buruk yang minimal. Kegiatan pertambangan tersebut harus memenuhi SOP dan
mematuhi undang-undang yang ditetapkan sehingga K3 dan lingkungan tetap stabil.
Factor itu ditunjang oleh penerapan konservasi yang merupakan upaya untuk dapat
manfaat yang optimal, maka potensi pemanfaatannya tergantung kepada status
peruntukan wilayah/kawasan tergantung tata ruang daerah maupun nasional,
sehingga diperlukan aturan perundang-undangan sehingga dapat dikelola secara
baik baik lebih optimal dan berkelanjutan untuk masyarakat.. sehingga mendapat
hasil yang lebih optimal.
·
3. Upaya pelestarian kanekaragaman hayati à componen biotik dan abiotik à menyebabkan berbagai siklus ekosistem à saling berinteraksi à semakin stabil tatanan lingkungan
·
keanekaragamna hayati yang tinggi
berarti mempunyai rantai makanan yang panjang dan lebih banyak kasus dari
simbiosis (interaksi), sehingga meningkatkan kemantapan dengan kata lain adanya
simbiosis dari componen biotik yang berkombinasi dengan componen abiotik
sehingga terjadi keaneka ragaman menjadikan tatanan lingkungan yang stabil
·
4. Konsep Ekosistem komponen-komponen
lingkungan hidup dilihat secara terpadu sebagai componen yang berkaitan dan
tergantung satu sama lain dalam statu sistem. Penataan lingkungan mempunyai
tata ruang yang memiliki berbagai individu yang mempunyai fungsi masing-masing
yang .sangat perlu terbentuk struktur yang berlapis-lapis sehingga terarah yang
mengakibat interaksi satu sama lain. Penataan lingkungan yang tediri dari
berbagai keanekaragaman hayati yang memiliki componen-componen, dimana dalam
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan harus dapat menjaga
componen-componen tersebut sehingga tatanan lingkungan tersebut stabil.
4. Pajak Pertambangan
Kewajiban Perpajakan Bagi Perusahaan Pertambangan secara Umum
Pada umumnya suatu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan mempunyai siklus usaha sebagai berikut :
1. Penyelidikan umum;
2. Eksplorasi;
3. Studi Kelayakan;
4. Konstruksi;
5. Pertambangan/Eksploitasi;
6. Reklamasi
Masing-masing proses tersebut terdapat kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Berikut diampaikan kewajiban perpajakan masing-masing siklus:
1.
Penyelidikan Umum
Untuk menentukan potensi mineral pada suatu daerah perlu
dilakukan pengujian geologis, untuk itu dibutuhkan jasa dari pihak peneliti
geologis untuk melakukan Penelitian. Atas jasa tersebut terutang PPN dan
PPh Pasal 23/26 tergantung siapa yang melaksanakan.
2. Eksplorasi
Adalah rangkaian kegiatan oenelitian, pengujian kandungan
mineral, pemetaan wilayah dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan untuk
mendapatkan informasi tentang lokasi, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber
daya serta info lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Diperlukan jasa
dari pihak ketiga yang akan terutang PPN dan PPh Pasal 23/26 tergantung pihak
yang melaksanakan.
3. Studi Kelayakan
3. Studi Kelayakan
Dilakukan untuk mendapatkan informasi kelayakan ekonomis dan
teknis pertambangan dan proses analisis mengenai dampak lingkungan dan
perencanaan pasca tambang, studi kelayakan tersebut memuat data dan keterangan
mengenai usaha tambang tersebut. Proses ini dilakukan oleh pihak ketiga yang
ahli mengenai hal tersebut. Atas jasa pengujian tersebut terutang PPN dan PPh
Ps 23.
4. Konstruksi
Setelah diketahui bahwa proyek pertambangan layak secara
ekonomis teknis dan lingkungan, maka dilakukan pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur biasanya dilakukan oleh perusahaan konstruksi.
Jasa akan terutang PPN dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi.
5. Pertambangan/Eksploitasi
Kegiatan ini biasanya meliputi Land clearing (proses
pembukaan lahan), Pengeboran dan penggalian, pengolahan/pemurnian, pengangkutan
dan penjualan. Atas jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga terutang PPh Pasal
23/26 dan PPN.
6. Reklamasi
Adalah proses rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat
kegiatan penambangan. Apabila proses reklamasi dilakukan oleh pihak ketiga maka
akan terutang PPh Pasal 23/26 dan PPN.
Selain jenis pajak tersebut diatas, juga terdapat kewajiban
pembayaran pajak atas PPh Pasal 21 yaitu untuk pegawai tetap, pegawai tidak
tetap, orang pribadi yang bukan pegawai atas upah yang diterima.
5. Peraturan Pertambangan
Pada bulan Februari 2012, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2012 yang mengatur tentang pelepasan (divestasi) bertahap saham
perusahaan pertambangan asing hingga maksimum 51 persen kepada pihak Indonesia.
Urutan yang mengambil alih adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN,
BUMD dan swasta nasional Seiring dengan peraturan pemerintah tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 (Permen ESDM) yang mengatur tentang keharusan mengolah hasil tambang mineral dan batu bara kepada semua pemegang izin usaha pertambangan tiga bulan setelah Permen ESDM keluar, tanpa pengolahan, hasil tambang tidak boleh dieskpor.
Dalam pandangan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, PP No. 24 Tahun 2012 merupakan penegasan agar perusahaan asing hanya memiliki saham maksimum 49 persen. Perusahaan yang telah diwajibkan antara lain, Newmont Nusa Tenggara dan Kaltim Prima Coal. Selain itu, pemerintah juga akan mengambil alih semua saham Nippon Asahan Aluminium Jepang, dari PT Inalum pada 31 Oktober 2013.
Kebijakan ini bisa membawa dampak positif, yaitu kekayaan sumber daya alam dapat dikuasai sebagian besar oleh investor lokal. Pada sisi lain, juga dapat berdampak negatif, karena investor menjadi tidak nyaman berinvestasi di Indonesia.
Substansi PP No.24 Tahun 2012
PP No. 24 Tahun 2012, pada satu sisi memberikan harapan baru bagi investor lokal. Pada sisi lain juga menimbulkan banyak tantangan. PP ini melakukan perubahan besaran porsi divestasi yang harus dilakukan pihak asing. Berdasarkan PP sebelumnya, yaitu PP 23 Tahun 2010, pihak asing hanya wajib menjual saham ke investor lokal sebesar 20% selama setelah 5 tahun berproduksi. Pada PP yang baru ini, kewajiban divestasi tersebut meningkat menjadi 51%.
Substansi yang ada dalam PP 24 Tahun 2012, antara lain larangan pengalihan IUP/IUPK ke pihak lain dan pengecualiannya, batasan satu perusahaan yang boleh memiliki lebih dari satu WIUP, IUP untuk asing diberikan oleh Menteri, diperbolehkannya pengalihan sebagian WIUP atau WIUPK operasi produksi BUMN ke pihak lain.
Konsistensi Dengan UU Minerba
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tambang sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pemanfaatannya harus dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta berkeadilan.
Untuk memenuhi amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). UU Minerba diharapkan dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara.
UU Minerba merupakan landasan dan pedoman baru bagi upaya memanfaatkan seluruh kekayaan tambang semaksimal mungkin. Paling tidak UU ini memiliki 6 (enam) kelebihan dibandingkan dengan UU No. 11 Tahun 1967.
Pertama, pengusahaan dan pengelolaan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin oleh pemerintah. Dengan pola ini, posisi negara berada di atas perusahaan pertambangan, sehingga negara memiliki kewenangan untuk mendorong perubahan kesepakatan bila ternyata merugikan bangsa Indonesia. Kewenangan ini tidak ditemukan dalam pola perjanjian kontrak karya. Pada pola ini, perusahaan pertambangan berada dalam posisi sejajar dengan negara. Perubahan atas kontrak hanya dapat dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak.
Kedua, undang-undang ini memperluas kewenangan pemerintah kota dan kabupaten dalam memberikan izin pertambangan. Artinya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga diberi kewenangan untuk mengeluarkan izin pertambangan di wilayahnya. Kewenangan tersebut memungkinkan daerah memiliki kesempatan untuk memperoleh penghasilan dari pengusahaan terhadap pertambangan minerba tersebut. Hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.
Ketiga, mengakui kegiatan pertambangan rakyat dalam suatu wilayah pertambangan. Pengakuan ini penting mengingat selama ini kegiatan pertambangan rakyat dikategorikan liar dan ilegal, sehingga dilarang dengan ancaman hukuman yang cukup berat. Padahal, kegiatan ini sudah berlangsung lama dan dilakukan secara turun-temurun di sekitar lokasi pertambangan yang diusahakan, baik oleh BUMN maupun swasta. Berdasarkan fakta inilah pertambangan rakyat tidak mesti dilarang dan tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan ilegal, karena rakyat juga memiliki hak untuk memanfaatkan kekayaan minerba untuk kemakmurannya.
Keempat, UU Minerba mewajibkan perusahaan pertambangan yang sudah berproduksi untuk membangun pabrik pengolahan di dalam negeri. Kehadiran pabrik itu penting dalam upaya meningkatkan nilai tambah dari bahan tambang minerba, selain membuka lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia. Pembangunan pabrik pengolahan itu juga akan menimbulkan trickle down effect bagi masyarakat di sekitar lokasi pabrik. Kondisi ini pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat di sekitar lokasi pabrik.
Kelima, UU Minerba ini juga mencantumkan batasan luas wilayah kegiatan pertambangan sebagi berikut : luas wilayah pemegang IUP Eksplorasi mineral logam tidak melebihi 100.000 ha dan untuk operasi produksi mineral logam tidak melebihi 25.000 ha (Pasal 50 dan Pasal 51), luas wilayah pemegang IUP Eksplorasi batubara tidak melebihi 50.000 ha dan untuk operasi produksi batubara tidak melebihi 15.000 ha (Pasal 59 dan Pasal 60), luas wilayah pemegang IUP Eksplorasi mineral non logam tidak melebihi 25.000 ha dan untuk operasi produksi tidak melebihi 5.000 ha (Pasal 53 dan Pasal 54), luas wilayah pemegang IUP Eksplorasi batuan tidak melebihi 5.000 ha dan untuk operasi produksi batubara tidak melebihi 1000 ha (Pasal 56 dan Pasal 57).
Keenam, UU Minerba memuat beberapa ketentuan fiskal sebagai berikut, tarif perpajakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dari waktu ke waktu/prevailing law (Pasal 133 Ayat 3 dan Ayat 5, Pasal 136), adanya kewajiban perpajakan tambahan sekitar 10%, yakni 6% untuk pemerintah pusat dan 4% untuk pemerintah daerah (Pasal 134 Ayat 1), besaran tarif iuran produksi (royalty) ditetapkan berdasarkan tingkat pengusahaan, produksi dan harga (Pasal 137 Ayat 1).
UU Minerba membawa pengaruh positif dalam perkembangan industri pertambangan di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya pasal-pasal baru yang termuat di dalam UU tersebut memungkinkan investor asing untuk berinvestasi di bidang pertambangan mineral dan batubara dengan profit yang lebih menjanjikan. Undang-undang ini juga didukung dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 yang merupakan peraturan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012, hendaknya juga dapat mendukung iklim investasi di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi kepada stake holder yang terkait. Sosialisasi ini setidaknya meliputi (1) ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh investor pertambangan mineral dan batubara, (2) mekanisme dan pelaksanaan kewajiban divestasi kepemilikan investor asing, (3) mekanisme pengalihan/pemindahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), (4) mekanisme perpanjangan Kontrak Karya (Contract of Work) dan (5) Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (Coal Contract of Work) menjadi IUP.
Akhirnya, semoga PP 24 Tahun 2012 dapat berjalan secara efektif. Untuk itu perlu dilakukan penjabaran pengaturan ini sehingga memiliki kekuatan/kepastian hukum. Pada sisi lain, pengusaha harus didorong menjual sahamnya kepada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD atau swasta nasional.
Jenis Jenis
Pertambangan
Kecil(Rakyat)