Tugas Pengantar Lingkungan tentang IPTEK
Jepang
Terancam Bencana Letusan Vulkanik
Salah
satu negara paling aktif secara seismik di dunia dengan lebih dari 100 gunung
berapi aktif, para ahli mengatakan Jepang terancam erupsi vulkanik besar yang
akan menimbulkan kekacauan.
Gumpalan
tipis asap dan abu terus meresap keluar dari kawah besar di atas gunung berapi
komposit Sakurajima, seperti halnya yang terjadi dalam hampir setengah abad
terakhir. Sekali-kali, letusan kecil mengeluarkan aliran lava serta puing-puing
yang diterbangkan oleh angin.
Ini
belum apa-apa kalau dibandingkan dengan erupsi pada Januari 1914 yang
mengguncang wilayah yang dulu merupakan sebuah pulau di lepas pantai bagian
selatan Kyushu dan kota Kagoshima. Letusan menjadi erupsi yang paling kuat di
Jepang pada abad ke-20, aliran lava menjembatani selat yang sempit di antara
pulau dan daratan serta pedesaan sekitar dan kota Kagoshima diselimuti lapisan
tebal abu.
Untungnya,
indikasi gunung berapi bangun dari periode dormansi cepat ditangkap dan banyak
warga setempat telah dievakuasi, namun rangkaian gempa bumi yang terjadi dalam
hitungan jam dan hari menuju erupsi menewaskan sedikitnya 35 orang.
Malapetaka di seluruh Jepang
Kejadian
itu sudah hampir 100 tahun lalu, tapi Yoichi Nakamura, seorang profesor
vulkanologi di Universitas Utsunomiya, yakin bahwa letusan dalam skala serupa
segera terjadi. Dan sebuah letusan dengan nilai 4 pada Volcanic Explosivity
Index (VEI) dapat menjadi malapetaka di berbagai penjuru Jepang yang padat
penduduk.
"Dalam
beberapa tahun terakhir, kami tidak dilanda letusan besar, tapi saya lama
meriset sejarah gunung berapi di Jepang dan buktinya menunjukkan bahwa ada
kejadian VEI skala 4 atau 3 setiap dekade, dan itu belum terjadi untuk waktu
yang lama," jelasnya.
"Erupsi
terakhir yang benar-benar besar adalah Sakurajima dan itu pada tahun
1914," ia menekankan. "Kemungkinan sesuatu yang serius terjadi terus
meningkat setiap tahun."
Yang
dikhawatirkan adalah cadangan besar magma terus bertambah dalam kawah sejumlah
gunung berapi di Jepang dan kejadian seismik besar akan memicu erupsi dan
pelepasan semburan lava dan aliran materi piroklastik.
Profesor
Nakamura adalah anggota panel yang dibentuk pemerintah Jepang untuk merancang
protokol dan prosedur untuk pengukuran mitigasi apabila erupsi besar terjadi.
Hasil kerja panel menjadi semakin
penting - dan berpotensi diperlukan cepat - akibat gempa bumi dengan magnitude
9 yang mengguncang bagian timur Jepang pada 11 Maret 2011, dan menyebabkan
tsunami hebat yang menghantam ratusan kilometer pesisir wilayah Tohoku. Hampir
20.000 orang tewas atau masih tercatat hilang akibat bencana alam terparah
sepanjang sejarah negeri sakura.
"Sangat
sulit untuk menentukan dampak gempa bumi, tapi kita harus waspada bahwa setelah
getaran hebat pada tahun 1707, gunung Fuji meletus," tegas profesor
Nakamura.
Tokyo diselubungi abu vulkanik
Bencana
tersebut sangat serius hingga mengubah profil gunung paling terkenal di Jepang
itu dan abu panas menyelimuti kota-kota di kaki gunung. Sekitar 100 kilometer
ke arah timur, yakni kota Edo - kini dikenal sebagai Tokyo - diselubungi abu.
![Letusan gunung Fuji tahun 1707 menutupi kota Edo dengan abu](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.jpg)
Sejak
itu, puncak setinggi 3.776 itu beristirahat dengan damai - walau gempa bumi
dengan magnitude 6,2 tercatat sisi selatan gunung hanya 4 hari setelah gempa
bumi 2011.
Sebuah
studi oleh Institut Riset Nasional untuk Pencegahan Bencana dan Sains Bumi
mengindikasikan bahwa tekanan pada ruang magma di bawah gunung Fuji bisa lebih
tinggi 1,6 megapascal saat ini dibandingkan tahun 1707.
Implikasi
studi tersebut sulit untuk dikuantifikasikan karena vulkanologi memang sains
yang rumit, seperti disetujui para ahli. Namun profesor Nakamura khawatir.
"Sakurajima
terletak jauh sekali dari pusat gempa bumi tahun lalu dan tidak ada kaitan
langsung antara keduanya, tapi gunung Fuji dan rantai kepulauan Izu Oshima di
sebelah selatan Tokyo, berkaitan," tukasnya. "Ini sangat serius
karena keduanya sangat dekat dengan wilayah-wilayah yang paling padat penduduk
di Jepang, termasuk Tokyo."
"Sudah 300 tahun sejak gunung
Fuji terakhir meletus, tapi selama ini hanya dorman, bukan menghilang," ia
kembali menekankan.
Apabila
sebuah kejadian VEI skala 5 terjadi, Tokyo akan kembali diselimuti abu,
gedung-gedung akan runtuh akibat beratnya, jalanan dan jalur kereta tidak dapat
dilewati dan infrastruktur akan rusak berat akibat aliran lava. Butuh
berminggu-minggu hingga semuanya dapat kembali normal, ia memperingatkan, dan
kerugiannya tidak akan murah.
Sulit diprediksi
Profesor
Shigeo Aramaki, seorang pakar gunung berapi yang sudah pensiun dari Universitas
Tokyo, setuju bahwa cukup beralasan untuk khawatir, namun mengingatkan bahwa
sulit untuk memprediksi secara akurat aktivitas gunung berapi.
"Setelah
gempa bumi tahun lalu, ada peningkatan tiba-tiba menyangkut gempa vulkanik,
meski dalam skala kecil," ungkapnya. "Ini berarti ada semacam
pergerakan dalam sistem magma di dalam puncak gunung."
"Cukup
banyak contoh kejadian semacam ini dari seluruh dunia dan cukup lumrah untuk
mengharapkan erupsi vulkanik terjadi di Jepang," ia setuju. "Tapi itu
tidak terjadi. Dan itu menarik."
"Sejujurnya,
kita tidak tahu tingkat bahayanya," kata profesor Aramaki. "Kami
benar-benar tidak cukup memahami gunung berapi saat ini untuk dapat membuat
prediksi pasti tentang apa yang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi di
masa depan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar